Memahami Alasan Korban KDRT Bertahan dalam Pernikahan, Melepaskan Relasi Tidak Semudah yang Dibayangkan

0 0
Read Time:3 Minute, 18 Second

Lipnan 6.com, Jakarta demi anak menjadi alasan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hilang sama sekali. Selama toleransi umum ditunjukkan, dia selalu menjadi anak berusia lima tahun yang selalu dicari di rumah oleh baju besi suaminya.

“Ini satu-satunya saat saya hidup karena anak-anak saya,” katanya.

Polisi juga telah mengambil baju besi. Sang suami mengaku selalu menganiaya istrinya.

Katy Annan adalah salah satu dari sekian banyak korban kekerasan dalam rumah tangga. Ada banyak kasus 90 orang, 25 juta dari proyek ringan di Barat terhadap perempuan yang dibunuh seiring bertambahnya usia, yang kemungkinan besar merupakan sesi yang lebih sedikit.

“Sudah dilaporkan. Hanya puncak gunung es, banyak yang belum melaporkan,” psikolog klinis Nirma. 

Bagi orang yang tidak mengalami kekerasan di rumah, mungkin sulit untuk memahami bahwa seseorang dapat hidup dalam situasi kekerasan dalam jangka waktu yang lama, jika dilihat dari sudut pandang lebih dari satu anak.

Jawaban: Banyak hal yang bisa mempengaruhi hubungan dengan pasangan yang pernah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

“Hal sederhana jangan dibiarkan begitu saja. Banyak orang punya alasan untuk bertahan,” Th.

 

1. Hidup demi kesejahteraan anak

Seperti yang dialami Katy Jot, banyak perempuan yang memiliki anak harus tinggal bersama keluarga. Hal itulah yang sering dilihat oleh psikolog klinis E. Annie Indenre di ruang praktiknya. 

Effie menunjukkan bahwa korban KDRT, khususnya istri, rela mengorbankan dirinya agar anaknya bisa bersama keluarga dan kehadiran sang ibu. “Itulah yang biasanya merehabilitasi mereka,” kata Afif melalui sambungan telepon.

Akibat tes ANNA, banyak pasiennya yang kehilangan rasa cinta terhadap pasangannya. Namun, alasan kebaikan anak-anak mereka membuat mereka tetap berada dalam hubungan yang menyakitkan ini.

Jadi, ini tentang opini yang sangat bagus. Para korban ini harus menjawab sambungan teman dan ibunya, dia meninggalkan sambungan telepon kesehatan.

 

   

Selain anak-anak, masyarakat juga menjauhkan perempuan dari pergaulan. Mulai dari nilai budaya dan agama.

Di mata banyak wanita, mereka diajarkan untuk berusaha membangun hubungan keluarga, seperti yang dijelaskan oleh para psikolog.

Selain itu, bagi sebagian perempuan, keputusan berpisah dari suami pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menimbulkan ketakutan yang mendalam. Hal ini disebabkan adanya stigma negatif yang terkait dengan pepatah tersebut.

“Jika bercerai, stigma masyarakat sangat keras, seringkali intens, dan sering kali disertai dengan hinaan.

Oleh karena itu, banyak perempuan yang merasa terjebak dalam situasi sulit, menghadapi kelangsungan keluarga dan cara pandang masyarakat yang tidak bersahabat.

Salah satu alasan yang dapat memotivasi perempuan untuk melakukan perlawanan adalah masalah keuangan yang mereka alami saat mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Meski zaman sudah berubah dan perempuan sudah merambah perekonomian, masih terdapat stigma yang menganggap laki-laki adalah ras utama.

“Ada anggapan suami bekerja, sedangkan istri di rumah mengurus anak dan keluarga. Istri melihat kami tidak punya penghasilan,” ujarnya.

Selain itu, banyak pemikiran yang muncul di benak wanita ketika berpikir untuk meninggalkan suatu hubungan, terutama terkait finansial.

“Gerakan ini menimbulkan pertanyaan, ‘Jika saya menyokong hewan, siapa yang akan menyokong anak-anak, siapa yang akan menyokong anak-anak?’ “”

Iya juga menambahkan, korban KDRT mempunyai alasan internal dalam memutuskan untuk tetap hidup. Yang memandang orang tuanya yang bertengkar sejak kecil melakukan kekerasan, gemar berpikir bahwa pernikahan itu seperti dirinya.

“Jika seseorang terbiasa berkelahi dengan orang tuanya hingga saling membunuh, mereka mungkin menganggap itu adalah pernikahan yang baik,” silakan wawancara telepon.

Salah satu alasan orang takut terhadap kekerasan dalam rumah tangga (Kadet) adalah rasa takut jatuh cinta.

“Kalau selama ini korban tidak pernah bertemu orang lain, dia merasa mencintai pasangannya. Korban merasa dekat dengan pasangannya,” ujarnya.

 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Niat Menteri Ratan, Penderitaan Pejabat Ratan, Ajak Korban Kekerasan Laporkan Pengalamannya

“Kami hentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang pada hari Rabu menjadikan kelompok preman menjadi kafir dan orang-orang yang lebih banyak melontarkan pernyataan (14/8/2024).

Hal ini yang perlu dijaga oleh para korban, kami tidak akan mendapat bantuan hukum Khasran dan pelayanan yang juga tidak akan mendapat dukungan dari petugasnya yang mempunyai pengakuan dan juga membiarkan pelayanan yang akan kami kelola yang telah kami datangi juga mengakui itu. Bahwa kami akan mengumpulkan pemerintah untuk kepentingan korban. Ratna berada di Jakarta.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %