Mengenal Lebih Dekat Teknologi Radiasi dalam Pengobatan Kanker
Jakarta – Pada tahun 2022, jumlah penderita kanker di dunia akan mencapai 9,6 juta orang. Indonesia menempati urutan kedelapan di Asia Tenggara dalam jumlah korban kanker.
Pengobatan kanker yang dapat dilakukan dengan menggunakan terapi radiasi atau lebih dikenal dengan terapi radiasi.
Baca Juga – Kisah Horor Korban Radiasi Eksperimen Nuklir Tokaimura Jepang
Bersama Silom Hospital Group (SHG), khususnya Silom MRCCC Semanggi Hospital (MRCCC) yang fokus pada pengobatan kanker di Indonesia, kami akan membahas jenis dan tujuan radioterapi, calon pasien yang cocok untuk radioterapi, serta kemungkinan efek sampingnya.
Terapi radiasi adalah metode pengobatan kanker yang menggunakan radiasi untuk membunuh sel kanker dan mencegah kanker pada pasien. Sekitar 60% pasien kanker di Indonesia membutuhkan pengobatan ini.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa langkah awal yang dilakukan adalah mengambil gambar (CT plane) pasien untuk mencari lokasi sasaran radiasi. Dokter kemudian akan menentukan titik sasaran dan rencana radiasi sebelum memberikan terapi radiasi atau terapi penyinaran.
Terapi radiasi dianggap sebagai pengobatan untuk berbagai tujuan, termasuk memperkecil ukuran tumor sebelum operasi, mengobati kanker, mencegah kambuhnya kanker, dan mengurangi rasa sakit akibat kanker dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien
Oleh karena itu, sebelum dilakukan radioterapi, yang penting adalah mengetahui sifat kankernya, apakah responnya baik terhadap radioterapi atau tidak, kata dr. Denny Handoyo Kirana, Sp.Onk.Rad (K), dokter spesialis onkologi radiasi MRCCC.
Terapi radiasi merupakan pengobatan yang lebih fokus dan tepat sasaran dibandingkan pengobatan kanker lainnya, karena metode ini secara tepat dan akurat hanya menyerang area kanker saja, namun menyisakan organ sehat di sekitar sasaran. Hal ini juga menjadi keunggulan terapi radiasi dibandingkan metode pengobatan kanker lainnya.
Setiap pengobatan biasanya memiliki risiko efek samping, termasuk terapi radiasi yang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu efek samping jangka pendek (jika muncul segera atau setelah 6 bulan) dan efek samping jangka panjang (jika muncul setelah 6 bulan). ). .).