Skoliosis, Kelainan Tulang Belakang yang Rentan Terjadi pada Remaja Perempuan daripada Laki-Laki

0 0
Read Time:3 Minute, 31 Second

robbanipress.co.id, Jakarta Skoliosis atau kelainan tulang belakang sebenarnya bisa terjadi pada usia remaja atau anak-anak berusia 10 hingga 14 tahun. Jika tidak ditangani dengan baik dan cepat, penyakit ini dapat menurunkan kualitas organ tubuh seperti paru-paru, jantung, dan ginjal.

Selain itu, Dr. Fedi, Spine (K) Spine, konsultan tulang belakang di RS Eka BSD, Kota Tangsel, mengungkapkan, skoliosis juga terjadi pada remaja putri. 

“Paling banyak pada usia remaja, 10 hingga 14 tahun, terbanyak pada anak perempuan,” kata Fedi.

Skoliosis dapat muncul satu tahun sebelum menarche hingga dua tahun setelahnya, saat anak perempuan bertumbuh pesat. Saat itu kalau ada bakat skoliosis akan muncul saat itu juga.

Selulosis terjadi pada anak perempuan, ternyata banyak faktor mencurigakan yang bisa mempengaruhinya. Misalnya saja ada dugaan hormon wanita terutama pada masa remaja tidak seimbang, dugaan lainnya dipengaruhi oleh hormon priakolin yang salah, massa otot yang kurang, kekurangan vitamin D.

 “Tapi ini hanya teori yang tidak bisa dibuktikan pada semua pasien. Misalnya kalau kita bilang skoliosis disebabkan oleh kekurangan vitamin D, ternyata banyak orang yang juga mengidapnya. Saya tidak mengidap skoliosis, “atau sebaliknya, vitamin D-nya cukup tapi skoliosis, jadi teori ini tidak bisa dibuktikan pada semua pasien,” kata Fedi baru-baru ini di Tangsel.  

Feddy mengatakan, belum ada temuan pasti bahwa remaja perempuan lebih rentan terkena skoliosis dibandingkan remaja laki-laki.

 “Kenapa bisa begitu, kami belum tahu. Jadi yang harus dilakukan orang tua, jangan ragu untuk memeriksakan diri ke dokter. Periksakan dan obati secepatnya sebelum terlambat,” kata dr. kata Padi.

 

 

Kemudian, jika seorang anak terkena atau dikaruniai skoliosis, hal itu dapat diketahui sejak dini. Fedi menjelaskan, ciri pertama jika seseorang mengidap skoliosis adalah tubuh tidak seimbang.

“Kiri dan kanannya tidak seimbang, tidak simetris. Jadi kalau kita lihat bahunya, kiri dan kanan tingginya tidak sama, lipatan kulitnya biasanya gemuk, kiri dan kanannya sama. Tidak sejajar.” tinggi badannya, atau saat berdiri dengan tangan ke bawah, jarak badan dan sikunya tidak ada yang sama, ada yang jauh dan ada yang dekat, ”ujarnya.

 Atau yang lebih mudahnya, ketika penderita skoliosis diminta membungkuk, maka benjolan di punggungnya tidak akan sama tingginya.

 Biasanya ketika anak mengetahui sendiri bahwa tubuhnya sudah tidak normal lagi, anak akan merasa malu dan menarik diri. Baik terhadap orang tua, terutama lingkungan sekitar. Jadi mereka akan memakai baju atau atasan yang bisa menutupi ketidaksempurnaannya.

 “Lalu saya punya pasien yang orang tuanya bercerita kepada saya bahwa awalnya anaknya suka memakai pakaian ala Korea, yang berlapis ganda. Meskipun itu caranya untuk menutupi pengeroposan tulangnya, dia pergi karena dia. Malu, jadi tidak diobati,” ujarnya.

 

Faktanya, terlambat mengobati skoliosis bisa berbahaya. Dimulai dengan derajat kelengkungan tulang belakang yang semakin memburuk. Skoliosis awalnya melibatkan sudut tulang kurang dari 50 derajat, dan dapat diobati tanpa operasi, dengan kawat gigi. Merupakan jenis korset yang dipakai dalam jangka waktu lama. Jika Anda sedang dalam masa pertumbuhan atau pubertas, penggunaan brace akan dievaluasi setelah 6 bulan hingga satu tahun. 

“Tapi sementara ini kita pantau penggunaan brace-nya. Apakah skoliosis bisa diobati dengan brace, atau brace-nya salah?

Jika pemasangan kawat gigi tidak dapat diobati, sebaiknya pasien skoliosis ditangani dengan tindakan operasi. Umumnya jika sudut kemiringan tulang lebih dari 90 derajat tentu memerlukan pembedahan.

 Bahkan, pada beberapa kasus yang pernah ia tangani, sudut pembengkokan pada anak usia 17 tahun bisa mencapai 110 derajat, sehingga memerlukan tindakan pembedahan.

Fedi juga mengingatkan para orang tua yang anaknya menderita skoliosis agar tidak membawanya ke dokter terdekat. Sebab, jika sudut kemiringannya parah atau lebih dari 90 persen, bisa memberikan tekanan pada organ vital di bagian depan.

 “Jika sudut kemiringannya parah dapat memberikan tekanan pada paru-paru, pasien menjadi sesak napas dan kesulitan bernapas,” ujarnya.

Bahkan, ia pernah menemukan seorang anak sakit terkena Covid-19, paru kanannya rusak akibat virus Covid-19, lalu paru kirinya tertekan akibat skoliosis. Skoliosisnya harus diobati dengan operasi, demi menyelamatkan paru-paru kirinya.

 “Pertama, pasien dirawat di unit perawatan intensif selama tiga bulan. Setelah operasi, kami menyelamatkan paru-parunya yang tertekan oleh skoliosis, akhirnya dia bisa bernapas tanpa bantuan peralatan, dan dia sudah keluar dari unit perawatan intensif,” kata Ous.

Sebelum terlambat, sebaiknya skoliosis ditangani secara medis. Tidak ada pijatan atau cara tradisional, apalagi jika menggunakan kawat gigi yang dibeli di pasaran. Oleh karena itu, semakin dini pengobatannya, semakin kecil kemungkinan pasien skoliosis memerlukan pembedahan untuk menguatkan tulang belakang.

 

 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %